Oleh: Lira Yanti
“Assalamu’alaikum
ukhti, selamat tahun baru ya Ca. Semoga ditahun baru ini kita bisa menjadi
pribadi yang lebih baik. Ana mohon maaf ya, jika selama ini ana banyak
melakukan kesalahan. Baik sengaja maupun pura-pura tak sengaja. Hehehe. Maafin
ya.. Salam dariku dan keluarga. Selamat tahun baru ”. Sebuah pesan singkat dari Dina. Sahabat karib
Meca di pagi tahun baru.
ilustrasi |
“Ha?
Apa-apaan sih lu Din? Tahun baru, tahun baru.. Masih lama kali neng! Sekarang
baru bulan Oktober. Nggak liat kalender lu ha? Apa nggak ada kalender kali ya
dirumah lu Din? hahaha” Meca membalas pesan singkat dari Dina pagi itu penuh
semangat.
“Astaghfirullah
Caaa! Anti ini gimana sih? Tahun baru islam aja nggak tau. Sekarang kan tanggal
1 Muharam 1437 Hijriah Meca cantiiiik! Masa nggak tau, harusnya kita sebagai
santri lebih tau daripada yang lain. Berarti anti yang nggak cek kalender, ya
kaaan??? Hehe. Sana gih, cek kalender hijriahnya!” Balas Dina juga nggak mau
ngalah(kan emang nggak harus ngalah kalau kita benar, ya kan akhi wa ukhti
fillah?).
“Haha?
Emang iya sekarang tahun baru hijriah Din?” Meca nekan pilihan send di
handphonenya.
“Na’am
ukhtiku yang cantik. Kan besok kita ada acara tausiyah 1 Muharam dimasjid
madrasah. Itu untuk memperingati tahun baru islam. Kalau anti masih belum paham
nanti aja dimadrasah ana jelaskan ya! Ana mau berangkat dulu, ayah udah nunggu.
Ilal liqaa’ fil madrasah ya.. jangan sampai nggak sekolah lho, assalamu’alaikum.”
Meca
masih bingung setelah membuka pesan balasan dari Dina. Masih setengah percaya
kalau hari itu tahun baru hijriah. Namun ia lekas sadar mendengar suara ibunya
yang menyuruh sarapan sebelum akhirnya berangkat ke sekolah dengan menaiki
angkutan umum. Meca berangkat masih dengan pertanyaan-pertanyaan yang
bergentayangan didalam otaknya.
***
Dina
dan Meca sampai di madrasah hampir bersamaan. Setelah menyalami tangan ayahnya,
Dina menuju gerbang sekolah. Meca juga setelah membayar sewa ojek lansung menuju
ke tempat Dina berdiri.
“Assalamu’alaikum
Din!” sapa Meca sembari tersenyum menatap wajah Dina yang cerah, seperti biasa.
“Wa’alaikumussalam
Ca, kita lansung ke kelas aja yuk!” Ajak Dina.
Mereka
berjalan menuju tangga untuk ke lantai dua. Tempat kelas mereka berada.
“Din,
emang iya sekarang tahun baru hijriah? Kok beda sama tahun baru biasanya?”
tanya Meca ketika mereka memasuki pintu kelas.
“Na’am
Ca, sekarang tanggal 1 Muharam. Dibulan ini banyak hikmahnya lho Ca, kalau kita
berpuasa. Ada banyak hikmah puasa sunnah di Muharam ini.” Dina menjawab sambil
mengeluarkan buku-buku dari tasnya dan menyusunnya kedalam laci meja.
Meca
duduk dengan wajah kelihatan masih belum yakin. Dina tau itu.
“Hmm..
Ya udah, kalau anti masih belum yakin sama jawaban Ana. Nanti kita tanya sama
ustadz apa aja hikmahnya dan amalan-amalan apa yang sebaiknya kita lakukan
dibulan Muharam ini. Oke?” Dina pura-pura minta persetujuan Meca untuk
menanyakan ke ustadz perihal hari besar islam itu.
“Oke.”
Jawab Meca singkat.
***
Pagi
itu mereka belajar tauhid. Tapi Meca ingin bertanya lansung pada ustadz. Dia
mengangkat tangan, sikap yang baik sebelum berbicara kepada ustadz. Dan
memanggil.
“Ustadz!”
kata Meca
Ustadz
yang sedang merekap absen minggu lalu pun lantas menoleh karena ada murid yang
memanggilnya.
“Ya,
ada apa Meca?” tanya pak Ustadz
“Boleh
nanya nggak ustadz? Ada hal yang Meca belum paham ustadz.” Jawab Meca. Ia
sedikit gugup menjawab karena mata teman sekelas mengarah padanya.
“Oh
ya, boleh. Silahkan Meca!” kata ustadz
“Begini
ustadz, tadi pagi ada teman yang mengirim pesan ke handphone Meca, katanya
selamat tahun baru. Dia juga mengatakan kalau ada hikmah jika berpuasa dibulan
Muharam ini. Apa iya ustadz? Mohon penjelasannya ya ustadz.” Kata Meca.
“Hm
begitu. Baik, ustadz akan jawab. Tapi kita basen dulu ya. Laa ba’sa kan Meca?”
tanya pak ustadz lagi.
“Ya,
laa ba’sa ustadz.” Jawab Meca.
Setelah
selesai mengabsen. Ustadz mulai menjawab petanyaan Meca. Meca terkagum-kagum
mendengar penjelasan ustadz tentang asal-usul kenapa hijrahnya rasul ditetapkan
sebagai hari besar islam. Sebab, jika isra’ mi’raj dan kelahiran rasul itu
adalah murni dari Allah SWT. Sedangkan hijrah, itu ada usaha manusiawi dari umat
muslim.
“Trus,
hikmah puasa dibulan ini apa ustadz?” tanya Meca dengan semangat.
“ada
beberapa hikmah berpuasa, diantaranya;
1. Puasa
itu menguatkan jiwa. Coba deh uji, beda nggak makan dari pagi sampai sore,
padahal sedang tidak berpuasa dengan tidak makan dari qabla subuh sampai
maghrib dalam keadaan berpuasa. Kalau yang puasa maghrib pas berbuka lansung
seger lagi. Tapi kalau yang nggak puasa malah makin lemas;
2.
Puasa
menyehatkan badan. Sebab banyak penyakit yang bersumber dari perut;
3.
Puasa
mendidik kemauan dan memperkuat kesabaran;
4. Mengenal
kenikmatan. Kita tidak akan kenal nikmatnya makan dan minum selama semuanya
berlimpah ruah;
5.
Mengingat
kesengsaraan orang lain(menumbuhkan jiwa sosial);
6. Penyerahan
diri kepada Allah SWT dan bentuk peribadatan yang sepenuhnya teruntuk kepada Allah SWT.
“Hm,
gitu. Syukran katsiran ustadz.” Kata Meca setelah mendengar penjabaran dari
ustadz.
“’afwan
nak. Thayyib, sekarang kita mulai pelajaran ya anak-anak.” Jawab ustadznya.
“Ya
ustaaaadz!” jawab murid-murid serempak.
Selesai!
NB: Semoga
bermanfaat ya ikhwan wa akhwat J . Pikir itu pelita hati.
Posting Komentar untuk "CERPEN - MENELUSURI HIKMAH"